Selainpantai dan pohon mangrove, anda juga dapat melihat pemandangan Gunung Agung Bali dari pantai Mangrove. Selain di Nusa Lembongan, objek wisata hutan mangrove juga ada di pulau Bali. Jika anda ingin tahu mengenai tempat wisata hutan Mangrove di Bali, mohon klik link di bawah ini! Lihat Disini, âObjek Wisata Hutan Mangrove Di Pulau Bali
DiIndonesia, hutan mangrove tumbuh dan tersebar diseluruh Nusantara, mulai dari Pulau Sumatera sampai dengan Pulau Irian. Menurut DARSIDI (1982) luas hutan mangrove diperkirakan sekitar 4,25 juta hektar, sedangkan menurut laporan GIESEN (1993) luas hutan mangrove pada tahun 1993 diperkirakan sekitar 2,49 juta hektar. Dari seluruh hutan mangrove
Sebagiandari pasir ini diendapkan di sepanjang garis tepi pantai. 3.5. Kecamatan Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu memiliki luas 81,85 km2 ( 8.185 ha), merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 â 8 m dpl yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka. maka disarankan pada hutan mangrove Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan perlu
Dayatarik Tanjung Bira terletak pada pasir putihnya yang memikat. Selain itu, pemandangan sore hari di pantai ini juga gak kalah cantik dengan sunset di pantai Bali. 2. Pantai Ora. Alamat Hutan Mangrove PIK Jakarta berada pada Jalan Garden House, RT 8 RW 1, Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara. tempat wista alam pada Jakarta Utara ini
TEMPOCO, Langkat - Hutan bakau (mangrove) di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut), di pesisir pantai seluas 105 hektare kawasan Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, kini menjadi kawasan wisata dan juga tempat belajar bagi para siswa yang berkunjung. "Kawasan hutan mangrove ini kawasan wisata dan tempat belajar bagi para
permainan bulu tangkis biasanya dimainkan oleh sebagai berikut kecuali.
JAKARTA-Pemerintah Kabupaten, Banten, telah membuat rencana induk obyek wisata hutan bakau mangrove di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga dengan melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD terkait. "Pada tahap awal dibuatkan rencana kerja menyeluruh mulai pertengahan Januari 2017," kata Sekretaris Daerah Pemkab Tangerang Iskandar Mirsyad di Tangerang, Jumat. Iskandar mengatakan tim tersebut terdiri dari Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya dan Pariwisata Disporabudpar, Dinas Perikanan dan Kelautan DPK, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda serta melibatkan Perhutani. Hal tersebut karena lahan yang digunakan di Desa Tanjung Pasir itu sebagian merupakan milik Perhutani dan penduduk setempat. Menurut dia, sebagai pimpinan dari tim tersebut ditunjuk aparat Disporabudpar karena mereka dianggap mampu menanggani pariwisata. Keberadaan Tanjung pasir sebagai obyek wisata bakau sangat penting karena berada di wilayah pesisir Laut Jawa yang setiap tahun mengalami abrasi akibat ombak. Namun obyek wisata itu juga sebagai penahan gelombang, maka ditanam ribuan pohon bakau agar dapat berfungsi ganda termasuk mengurangi abrasi pantai. Iskandar menambahkan untuk tahap berikutnya dibangun jalan menuju obyek wisata karena selama ini belum ada agar pelancong dapat menuju lokasi tanpa kendala. Sedangkan lahan yang disiapkan untuk obyek wisata tersebut seluas 12 hektare dan pada lokasi itu juga dibangun sarana maupun prasarana pendukung. Sebagai contoh di lokasi itu juga dibangun tempat kuliner, arena memancing dan lokasi bermain anak agar mereka dapat mencintai alam dan lingkungan. Demikian pula wisatawan dapat menikmati keindahan hutan bakau serta kuliner yang tersedia terutama aneka makanan yang berbahan dasar ikan serta hasil laut lainnya. Bahkan di lokasi tersebut juga disediakan tempat sebagai sarana pembelajaran bagi siswa yang berminat untuk mempelajari masalah mangrove. Budi Suyanto
Pekerjaan rumah bagi Indonesia untuk mengelola ekosistem pesisir agar tetap dalam keadaan baik, adalah bagaimana menjaga dan merawat ekosistem mangrove yang berperan sangat penting untuk bisa menjaga keberlanjutan pesisir Ekosistem mangrove yang mengalami degradasi, secara bertahap diperbaiki oleh Pemerintah Indonesia dengan melibatkan banyak pihak dari dalam dan luar negeri. Targetnya, pada 2024 nanti sudah bisa direhabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektare Selain bisa menjaga lingkungan pesisir dari berbagai ancaman bencana alam dan dampak perubahan iklim, keberadaan ekosistem mangrove juga diyakini bisa menjadi penopang masyarakat pesisir untuk mengumpulkan rupiah Agar program percepatan rehabilitasi mangrove bisa tetap menjaga keberlanjutan, maka konsep rehabilitasi mangrove disusun pada level lanskap. Pengelolaan berbasis lanskap tersebut, tujuannya untuk menyeimbangkan kepentingan penggunaan lahan yang saling berkompetisi Upaya untuk memulihkan ekosistem mangrove yang mengalami degradasi, terus dilakukan melalui berbagai cara oleh Pemerintah Indonesia. Selain dilakukan sendiri, pemulihan juga dilakukan dengan melibatkan banyak pihak dari dalam dan luar negeri. Pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan di Indonesia, diyakini tak hanya untuk memberikan perlindungan terhadap ekologi lingkungan di laut dan pesisir. Namun juga, akan bisa meningkatkan ekonomi sosial masyarakat di pesisir. Demikian diungkapkan Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Perubahan Iklim dan Kebencanaan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Kus Prisetiahadi di Jakarta belum lama ini. Perlunya keterlibatan dari masyarakat, karena dengan menjadi sumber ekonomi baru, itu akan memberikan dampak positif kepada Indonesia maupun dunia. Itu sangat baik untuk memperkuat upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim melalui pendekatan pentahelix pemerintah, akademisi, komunitas/masyarakat, bisnis dan media. Adapun, pelibatan masyarakat dilakukan dalam setiap strategi dan program yang fokus pada program rehabilitasi dan pembibitan mangrove dengan luasan mencapai 600 ribu hektare. Mereka hadir untuk terlibat dalam banyak program dan kegiatan di sekitar ekosistem mangrove. Sebut saja, program ekowisata dan produk turunan mangrove lain, proyek ekosistem karbon biru EKB, pembangunan pusat mangrove, kemitraan antara Pemerintah dengan swasta, serta kerja sama internasional yang fokus pada kegiatan penelitian dan pengembangan. âStrategi kerja sama dengan dukungan dana dari luar negeri menjadi salah satu faktor pendukung untuk percepatan rehabilitasi mangrove di Indonesia,â ungkap dia. baca Ekosistem Karbon Biru dalam Peta Konservasi Nasional Wisatawan menikmati hutan mangrove di Pulau Mangare, Gresik, Jatim. Salah satu jenis tumbuhan mangrove itu adalah api-api Avicennia sp.. Foto Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia Kerja sama yang dimaksud, mencakup pengelolaan dengan melibatkan teknologi dan ilmu pengetahuan terbaru. Metode seperti itu diterapkan melalui kerja sama dengan sejumlah negara seperti Persatuan Emirat Arab, Arab Saudi, Korea Selatan, dan Singapura. Selain itu, Kus Prisetiahadi juga menyebutkan kalau kerja sama yang dilakukan Indonesia melibatkan Bank Dunia serta Bank Pembangunan dan Investasi Jerman KFW. Seluruh negara dan instansi luar negeri tersebut sudah menandatangani nota kesepahaman MoU dengan Indonesia. âSudah ditandatangani MoU dengan beberapa negara,â tutur dia. Sejumlah program dan kegiatan yang fokus dilaksanakan adalah pengembangan MBZ International Mangrove Research Center for Climate MBZIMRC di Bangka Belitung. Kemudian, ada juga rencana rehabilitasi mangrove seluas 150 ribu ha di sembilan lokasi yang diajukan Arab Saudi. Sementara, kerja sama dengan Singapura dilakukan dengan fokus pada pengembangan riset untuk proyek EKB sebagai solusi mitigasi perubahan iklim. Untuk kerja sama tersebut, Indonesia akan mengusulkan sejumlah alternatif lokasi yang bisa menjadi proyek percontohan. Dia bilang, tanggal untuk setiap pelaksanaan sudah ditentukan saat ini. Namun, ada beberapa pihak yang tidak ingin disebutkan nominal angka untuk dana yang mereka kucurkan dalam program rehabilitasi mangrove di Indonesia. âKita mengusulkan dengan proposal dan mereka sedang mempelajari terlebih dahulu untuk finalisasi,â tambah dia. Kus Presetiahadi meyakini, program rehabilitasi mangrove secara nasional melalui kerja sama internasional, tak hanya akan memberikan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat pesisir. Lebih dari itu, swasta juga bisa mendapatkan keuntungan dengan penjualan karbon carbon trading. baca juga Karbon Biru di Tengah Tantangan dan Hambatan Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Kehutanan Kemenko Marves Nani Hendiarti kiri berdiri menemani delegasi Arab Saudi melihat kawasan Hutan Mangrove Tanjung Pasir, Tangerang, Banten dalam kerjasama rehabilitasi mangrove untuk kredit karbon. Foto Kemenko Marves Salah satu negara yang sudah melakukan kunjungan, adalah Arab Saudi. Mereka datang tak hanya untuk berkunjung langsung ke lokasi hutan mangrove yang akan menjadi proyek kerja sama antara Indonesia dan negara tersebut. Namun juga, mereka datang untuk membahas lebih lanjut pengembangan ekosistem mangrove di Indonesia sebagai salah satu upaya untuk mengatasi perubahan iklim di Indonesia. Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Kehutanan Kemenko Marves Nani Hendiarti. Selama berada di Indonesia, Arab Saudi melihat langsung kawasan Hutan Mangrove Tanjung Pasir di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten dan Taman Wisata Alam Mangrove di Kapuk, Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta. Saat berada di lokasi mangrove, Indonesia bersama Arab Saudi melakukan diskusi dengan masyarakat setempat tentang bagaimana keterlibatan mereka dalam pengelolaan mangrove di sana. Juga, berdiskusi bagaimana mangrove bisa menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat sekitar. Nani Hendiarti menerangkan, khusus untuk mangrove di Tanjung Pasir, pengembangan akan terus dilakukan melalui program penanaman kembali. Selain itu, akan dikembangkan juga metode silvofishery untuk tambak ikan bandeng yang ada di sekeliling lokasi mangrove. âKe depannya, kawasan ini akan dijadikan sebagai lokasi wisata edukasi,â terang dia. Menurut dia, penerapan metode tersebut dilakukan di Tanjung Pasir, karena sebelumnya sudah ada aktivitas perikanan budi daya di lokasi tersebut. Dengan demikian, hutan mangrove di sana menjadi lokasi untuk lebih dari satu aktivitas. Agar aktivitas tidak terganggu, maka ekosistem mangrove di Tanjung Pasir harus dijaga dengan baik dan sekaligus bagaimana agar hutan bisa menghasilkan kualitas udara yang baik juga. Itu kenapa, pengelola harus terus berusaha menjaga hutan mangrove tetap bersih, terutama bebas dari sampah plastik. perlu dibaca Karbon Biru dalam Ekonomi Biru di Perairan Laut Indonesia Kawasan Hutan Mangrove Tanjung Pasir, Tangerang, Banten yang masuk dalam program rehabilitasi mangrove nasional. Foto Kemenko Marves Diketahui, kawasan mangrove Tanjung Pasir merupakan pengembangan lokasi melalui kerja sama antara Perusahaan Umum Kehutanan Negara Kesatuan Pemangkuan Hutan Perum Perhutani KPH Banten dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang. âKerja sama dilakukan untuk memanfaatkan jasa lingkungan hutan lindung Tangerang yang ada di pusat mangrove dan sekaligus menjadi ekowisata,â jelas dia. Adapun, salah satu kegiatan rehabilitasi mangrove di Tanjung Pasir sudah berlangsung pada awal 2021 dengan dilakukan penanaman batang pohon mangrove dengan melibatkan banyak kementerian. Peta Mangrove Nani Hendiarti menyebutkan, pengelolaan mangrove di Indonesia dilakukan berdasarkan Peta Mangrove Nasional 2021. Berdasarkan panduan tersebut, kawasan Mangrove dengan kondisi kritis sudah berkurang luasnya dari 600 ribu ha pada 2011â2013 menjadi 300 ribu ha pada 2021. âItu bisa terjadi karena meningkatnya kesadaran masyarakat pesisir,â tegas dia. Secara keseluruhan, saat ini Indonesia memiliki lahan mangrove seluas 4,12 juta ha. Rinciannya, seluas 3,36 juta ha adalah lahan eksisting dan seluas 750 ribu ha adalah lahan potensi habitat mangrove. Untuk pengelolaan hutan mangrove, saat ini sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN periode 2020-2024 dan diturunkan menjadi enam program prioritas nasional. Di antaranya, program untuk membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan kebencanaan, dan perubahan iklim. Sementara, merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove BRGM, ditetapkan target percepatan rehabilitasi mangrove seluas hektar bisa diselesaikan pada periode 2021-2024. âNamun, itu diestimasi membutuhkan dana sekitar Rp23 triliun,â tutur dia. Deputi Bidang Perencanaan dan Evaluasi BRGM Profesor Satyawan Pudyatmoko menerangkan, BRGM secara khusus melaksanakan kegiatan rehabilitasi mangrove melalui penanaman seluas ha, atau 105 persen dari total ha target penanaman pada 2021. baca juga BRGM Rehabilitasi Mangrove Bukan Pekerjaan Mudah Perjalanan melintasi sekitar situs mangrove Bangko Tappampang, Tanakeke, Takalar, Sulawesi Selatan, menggunakan katinting. Kawasan seluas 51,55 hektar ini terancam antara lain oleh industri arang. Foto Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia Agar program percepatan rehabilitasi mangrove bisa tetap menjaga keberlanjutan, maka BRGM menyusun konsep rehabilitasi mangrove pada level lanskap. Pengelolaan berbasis lanskap tersebut, tujuannya untuk menyeimbangkan kepentingan penggunaan lahan yang saling berkompetisi. Dengan demikian, kegiatan perikanan budi daya akuakultur, perikanan tangkap, konservasi sumber daya hayati, fungsi perlindungan, ekowisata, dan fungsi sebagai sarana transportasi air dapat berlangsung secara harmonis. Dia menerangkan, penanaman mangrove akan memberi manfaat tidak sedikit bagi masyarakat di pesisir. Tetapi, saat melaksanakan penanaman harus dilakukan dengan sistem atau cara yang berkelanjutan. âJangan sampai penanaman itu menyengsarakan,â ucapnya. Menurut dia, saat ini di Indonesia terdapat 130 lanskap mangrove, sehingga diperlukan kolaborasi antar pemangku kepentingan. Kerja sama tersebut menjadi penting, karena semua kegiatan rehabilitasi tidak bisa dilakukan sendiri oleh satu pihak. Selain fungsi ekonomi, ekosistem mangrove juga bisa menjadi EKB yang mampu menyerap karbon dioksida CO2 dalam jumlah yang sangat banyak. Kemampuan tersebut muncul bersama dengan ekosistem padang lamun yang juga ada di ekosistem pesisir. Merujuk pada Peraturan Presiden RI Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon, pemanfaatan karbon melalui dua ekosistem tadi, harus ditindaklanjuti dengan melaksanakan prosedur menghitung efektivitas penyerapan dan penyimpanan karbon. Kemudian, juga harus ada mekanisme pemberian dan pendistribusian manfaat antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sehingga pelaksanaannya dapat memberikan manfaat yang besar untuk kepentingan masyarakat. Di sisi lain, dengan tantangan dan segala keterbatasan yang ada, Pemerintah Indonesia tetap optimis akan bisa memenuhi komitmen pengurangan emisi hingga 29 persen pada 2030 mendatang. Komitmen tersebut menjadi bagian kesepakatan Paris Paris Agreement yang dihasilkan dari Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-21 COP21 di Paris, Prancis, 2015. menarik dibaca Berlindung di Balik Kokohnya Benteng Ekosistem Pesisir Warga antusias tanam mangrove bersama Presiden Jokowi di Batam. Foto Yogi Eka Saputra/ Mongabay Indonesia Perencana Ahli Utama Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto pada pekan lalu mengatakan, potensi EKB dari ekosistem mangrove memang harus bisa dikelola dengan baik oleh Indonesia. Namun, harus ada standar pedoman dalam pengelolaan EKB. Pedoman diperlukan, karena penerapan strategi nasional dan pengelolaan potensi besar EKB harus memerlukan koordinasi dan integrasi dengan kementerian dan pemangku kepentingan lain. Selain itu, perlu juga disusun dokumen kebijakan yang bisa menjadi landasan hukum untuk pengelolaan karbon biru di Indonesia. Menurut dia, walau potensi EKB di Indonesia masih sangat besar, namun ada potensi pelepasan karbon dioksida CO2 ke perairan laut, disebabkan oleh perusakan ekosistem pesisir. Rincinya, ada potensi pelepasan CO2 setara dengan 19 persen total emisi perusakan hutan tropis. Apabila EKB dikelola dengan baik secara strategis untuk adaptasi dan mitigasi menuju ketahanan iklim, dia yakin Indonesia dapat berkontribusi lebih untuk penurunan emisi Gas Rumah Kaca GRK sebesar 29 persen secara nasional, dan 41 persen secara global hingga 2030. Diketahui, selain menjadi negara dengan luasan mangrove terbesar di dunia, Indonesia juga memiliki padang lamun terluas di dunia yang mencapai 293 ribu ha. Kedua ekosistem tersebut menghadirkan potensi karbon biru yang sangat besar. perlu dibaca Padang Lamun, Gudang Karbon yang Terancam Punah Seorang penyelam menjelajahi padang lamun dengan terumbu karang di perairan Indonesia. Foto shutterstock Baik mangrove atau padang lamun yang ada di Indonesia disebut Bappenas sebagai ekosistem pesisir yang bisa menyimpan karbon alami carbon sink besar dalam waktu yang sangat lama dengan jumlah sedikitnya mencapai 3,3 gigaton atau 17 persen dari karbon biru global. Dengan potensi sangat besar tersebut, Pemerintah Indonesia saat ini memprioritaskan ekosistem karbon biru dalam perencanaan tata kelola ruang dan konservasi pesisir, baik yang ada di Indonesia ataupun secara global. Artikel yang diterbitkan oleh bencana ekologis, ekologi pesisir, emisi karbon, featured, hutan mangrove, jakarta, karbon biru, kerusakan lingkungan, kredit karbon, krisis iklim, padang lamun, pembangunan rendah karbon, pencemaran lingkungan, perdagangan karbon, Perikanan Kelautan, Perubahan Iklim, rehabilitasi mangrove
ArticlePDF AvailableAbstractThe purpose of this research is to study, titled Impact of tourism development in the village of Sand Mangrove Park, District Mempawah Hilir Regency Mempawah. With the problem of how the form of livelihoods, theeconomic condition of the community after the development, and social relations that exist around mangrove forest tourism. This research method is a qualitative research approach. This type of research is a case study. The words and actions of the person being interviewed or observed are the main data sources. The main data sources are recorded through written records or through video / audio tapes recording, taking photos or films. Data collection techniques used were interviews, observation, and study of documentation. Analysis of the data used is data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results showed that The impact of social change in terms of livelihoods and economic conditions is very beneficial to the community because of the development of the mangrove park tourism can increase people's income and livelihood of the community also increased where the livelihood of the community initially farmers or fishermen can also workas parking attendants, traders or crossing services and in terms of social relations also the community in the area is very good. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. J-PSH Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Volume 11 Number 1 April 2020 Volume 11 Number 1 April 2020, Page 25-29 / E-ISSN 1569388446 dan P-ISSN 2087-8451 14 This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial International License. Dampak Pembangunan Wisata Hutan Mangrove Di Pasir Panjang, kcamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah Richard Septhrus Riyanto, Sawitri O E. Mempawah, Indonesia E-mail r_septhrus19 Abstract The purpose of this research is to study, titled Impact of tourism development in the village of Sand Mangrove Park, District Mempawah Hilir Regency Mempawah. With the problem of how the form of livelihoods, the economic condition of the community after the development, and social relations that exist around mangrove forest tourism. This research method is a qualitative research approach. This type of research is a case study. The words and actions of the person being interviewed or observed are the main data sources. The main data sources are recorded through written records or through video / audio tapes recording, taking photos or films. Data collection techniques used were interviews, observation, and study of documentation. Analysis of the data used is data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results showed that The impact of social change in terms of livelihoods and economic conditions is very beneficial to the community because of the development of the mangrove park tourism can increase people's income and livelihood of the community also increased where the livelihood of the community initially farmers or fishermen can also work as parking attendants, traders or crossing services and in terms of social relations also the community in the area is very good. Keywords Impact, Mangrove Forest Tourism Development, Social Change PENDAHULUAN Perkembangan zaman yang semakin maju menuntut manusia untuk dapat mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan. Sadar atau tidak sadar, manusia sebagai makhluk monodualisme akan mengalami perbedaan keadaan sosial dari waktu sebelumnya ke waktu sekarang ataupun masa depan. Perbedaan keadaan itu yang menyebabkan adanya perubahan sosial, perubahan tatanan masyarakat yang secara sadar ataupun tidak, cepat atau lambat. dapat berlangsung dengan sendirinya maupun disengaja, tentunya dengan memperhatikan faktor-faktor pendukung sekaligus penghambatnya. Perubahan sosial yang terjadi akan berdampak pada pembangunan sosial masyarakat, perubahan yang postif dan menguntungkan, akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan sosial, tentunya tak lepas dari peran pembangunan ekonomi yang ada, karena pembangunan ekonomi yang maju, akan menghasilkan pembangunan sosial yang maju pula. Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil, dan merupakan potensi sumberdaya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam mempertahankan, melestarian dan pengelolaannya. Hutan mangrove sangat menunjang perekonomian masyarakat pantai, karena merupakan sumber mata pencaharian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Secara ekologis hutan mangrove di samping sebagai habitat biota laut, juga merupakan tempat pemijahan bagi ikan yang hidup di laut bebas. Keragaman jenis mangrove dan keunikannya juga memiliki potensi sebagai wahana hutan wisata dan atau penyangga perlindungan wilayah pesisir dan pantai, dari berbagai ancaman sedimentasi, abrasi, pencegahan intrusi air laut, serta sebagai sumber pakan habitat biota laut. Penelitian ini mencoba menganalisis bagaimana perubahan sosial, ekonomi, dan sistem mata pencaharian pada masyarakat Desa Pasir Kecamatan Mempahawah Hilir Kabupaten Mempawah dengan melihat kondisi setelah hadirnya objek wisata hutan Mangrove. Peneliti inign menampilkan tentang J-PSH Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Volume 11 Number 1 April 2020 Volume 11 Number 1 April 2020, Page 25-29 / E-ISSN 1569388446 dan P-ISSN 2087-8451 14 penrmasalahan yang dihadapi masyarakat terimbas dari pembangunan hutan Mangrove. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini bersifat studi kasus. Kata-kata dan tindakan orang yang diwawancarai atau diamati merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan foto atau film Moleong, 2010157. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Kemudian pengecekan keabsahan data yang digunakan adalah perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, dan Expert Opinion. Mengingat pentingnya kehadiran peneliti ke objek penelitian maka penelitian ini memerlukan waktu yang dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama yakni tahap pra-lapangan untuk memperoleh data secara umum. Tahap kedua yakni pekerjaan lapangan untuk memperoleh data secara khusus dalam rangka menggali dan menganalisis data dengan melakukan wawancara kepada masyarakat setempat. Tahap ketiga adalah tahap analisis data, dan tahap yang terakhir adalah tahap penulisan laporan. Penelitian dilakukan di Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir. karena desa ini letaknya paling dekat dan paling banyak terimbas dampak dari kehadiran objek wisata Hutan Mangrove. Masyarakat Desa Pasir sebagai subjek penelitian akan dimintai keterangan sebanyak-banyaknya tentang kondisi hubungan sosial, ekonomi, dan mata pencaharian baik sebelum ataupun sesudah adanya objek wisata Hutan Mangrove. Selain itu, dilakukan wawancara kepada perangkat-perangkat desa yang memiliki pengetahuan lebih banyak tentang Desa Pasir. Penelitian ini dilakukan di Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah dengan mengobservasi tempat wisata Hutan Mangrove. Dengan mempertimbangkan lokasi wisata hutan mangrove merupakan salah satu potensi untuk dikembangkan. Teknik Pengumpulan Data, Observasi yaitu metode mencari data dengan mendatangi langsung tempat yang akan diteliti untuk mencari informasi sesuai dengan objek penelitian. Metode pustaka yaitu cara pengumpulan dan dengan cara membaca buku yang ada kaitannya dengan objek penelitian. Wawancara adalah teknik komunikasi langsung antara peneliti dan sampel. Dalam melaksanakan wawancara diperlukan persiapan yang matang, sehingga pertanyaan-pertanyaan wawancara memperoleh jawaban yang dibutuhkan. Wawancara menurut tujuannya dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu wawancara survei dan wawancara diagnosik. Wawancara survei bertujuan untuk menmcari data sesuai populasi. Sedangkan wawancara diagnosik bertujuan untuk mendiagsosis, guna menyusun pedoman wawancara. Pedoman yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman yang hanya membuat garis besar wawancara. Menurut Satori 2011148 dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari sesorang. Dokumentasi dalam penelitian ini ialah berupa foto gambar, Audio dan tulisan yang sesuai dengan data yang akan diperlukan nantinya. Menurut Satori 2011129 âwawancara merupakan teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalan penelitian kualitatif. Melaksanakan teknik wawancara berarti melakukan interaksi komunikasi antara pewawancara dan terwawancaraâ. Panduan wawancara dalam penelitian ini merupakan daftar pertanyaan yang digunakan peneliti untuk melakukan wawancara kepada informan guna memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penelitian nantinya. Menurut Satori 2011105 menyatakan bahwa âobservasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitianâ. Dalam penelitian ini menggunkan lembar observasi sebagai alat pengumpulan data mengenai apa saja yang berkaitan dengan Dampak Pembangunan Wisata Taman Mangrove di Desa Pasir Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Mempawah. HASIL DAN PEMBAHASAN Wisata hutan mangrove merupakan salah satu tempat destinasi wisata yang ada di Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir, RT 06 RW 02 Kabupaten Membawah. Wisata hutan mangrove ini dikelola oleh organisasi Kelompok Sadar Wisata POKDARWIS dan wisata hutan mangrove diresmikan pada tanggal 23 agustus 2016. Ada beberapa fasilitas yang tersedia di twmpat wisata ini salah satunya ada rumah baca, pentas, musola, dan spot-spot yang menarik bagi pengunjung untuk sekedar bersantai, ataupun berfoto. Setelah kami melakukan observasi di kawasan hutan mangrove yang berada di Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah, dengan meneliti dari segi ekonomi masyarakat yang J-PSH Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Volume 11 Number 1 April 2020 Volume 11 Number 1 April 2020, Page 25-29 / E-ISSN 1569388446 dan P-ISSN 2087-8451 14 ada disekitar wisata hutan mangrove, dan dari segi sistem mata pencaharian seperti nelayan, pedagang, parkir dan pengunjung. Serta dari segi hubungan social antar warga dan pengunjung. Fasilitas yang ada di wisata hutan mangrove salah satunya yaitu rumah baca yang berisi beberapa jenis buku yang bisa dibaca oleh pengunjung, kemudian ada pentas, yang bisa digunakan oleh pengunjung untuk acara-acara tertentu seperti pentas seni dan lainnya. Hasil pengamatan yang telah kami lakukan di hutan mangrove mengenai dampak pembangunan wisata hutan mangrove terhadap masyarakat sekitar. Pertama dari segi sistem mata pencaharian, ada sebagian warga menjadi nelayan sekaligus menjadi alat transportasi untuk menuju pulau senibung yang ada diseberang wisata hutan mangrove, ada pula sebagian warga yang menjadi pedagang disekitar wisata hutan mangrove, kemudian adapula warga yang bekerja sebgai petani namun ketika musim tani selesai maka mereka beralih profesi menjadi tukang parkir. Kedua, dari segi ekonomi, salah satunya nelayan yang dulunya sebelum adanya hutan mangrove hanya mencari ikan namun, setelah adanya hutan mangeove maka salah satu yang bisa mereka lakukan yaitu menyeberangkan pengunjung dari dermaga hutan mangrove ke pulau penibung yang ada diseberang hutan mangrove dengan harga 40ribu/orang pulang pergi mulai dari jam 2 siang. Adapun bagi pedagang, penghasilan mereka menjadi lebih meningkat dengan datangnya pengunjung yang berkunjung ke hutan mangrove, yang membeli dagangan mereka, apalagi ketika hari weekend atau hari raya besar dengan tingkat pengunjung yang meningkat. Kemudian bagi petugas parkir, dari segi ekonomi maka adanya wisata hutan mangrove maka menambah penghasilan mereka. Ketiga dari segi hubungan sosial, adanya wisata hutan mangrove maka antara warga di Desa Pasir hubungan sosial nya menjadi lebih baik dengan mereka membentuk suatu organisasi kelompok Sadar Wisata POKDARWIS dengan demikian mereka saling bekerja sama mengelola tempat wisata hutan mangrove dengan terus mengembangkan tempat tersebut menjadi lebih menarik sehingga menarik minat pengunjung, dan pengunjung pun menjadi antusias untuk terus datang ke wisata hutan mangrove. Kemudian, hubungan sosial antara pengunjung dan warga ada yang ramah adapula yang cuek dan beragam macam, namun pengunjung juga tidak membuang sampah sembarangan sehingga tempat wisata hutan mangrove lebih bersih dari sampah walaupun ada juga sampah yang berasal dari laut. Dan hubungan sosial antara pekerja lainya seperti tukang parkir, nelayan juga berinteraksi dengan baik tanpa ada perselisihan dan bekerja sesuai bidang masing-masing. Dalam observasi ini kami mewawancarai beberapa orang yang berada wista hutan mangrove yaitu pengelola, pedagang, nelayan, petugas parkir dan pengunjung. Yang pertama, kami mewawancarai pengelola awal wisata hutan mangrove yaitu bapak Guriyanto atau biasa dipanggil pak iyan, beliau mengatakan bahwa hutan mangrove pertama kali mulai ingin dibangun pada tahun 2014 namun belum ditanami pohon bakau. Kemudian hutan mangrove ini dibangun atau dikelola lebih lanjut oleh bapak Wawan pada tahun 2016 dengan bantuan dari BI Bank Indonesia dan dibantu oleh Bapak Raja Fajar Ajiansyah sebagai Kabid Pariwasata. Dengan bantuan-bantuan tersebut maka wisata hutan mangrove menjadi berkembang sebagai tempat wisata yang ramai dikunjung, Hutan mangrove terdiri dari 4 hektar, dan ada spot-spot yang digunakan berfoto. Pak Wawan juga menceritakan pada awal di resmikan nya wisata hutan mangrove tahun 2016 pengunjung yang datang 4-5 ribu orang serta ada pengunjung dari luar negeri yang datang. Namun untuk saat ini pengunjung mulai berkurang, dan hanya ramai pada saat weekend atau hari raya tertentu. Pengunjung yang data ke wisata hutan mangrove ini ditarif dengan harga hasil dari pembayaran tiket ini digunakan untuk membayar karyawan dan perbaikan bangunan yang rusak. Dari segi hubungan sosial, menurut beliau, pengunjung dengan sifat yang berbeda-beda, ada yang lebih ramah adapula yang cuek acuh tak acuh, dalam beriraksi. Kemudian menurut pak Wawan dengan adanya wisata hutan mangrove ini menjadi salah satu mata pencaharian bagi beliau yang menjadi pengelola di tempat wisata tersebut. Yang kedua, kami mewancarai pedagang yang ada diwisata hutan mangrove yaitu Pak Guriyanto Pak Iyan, Pak Iyan ini selain menjadi pendiri awal ia juga sebagai salah satu pedagang yang ada diwisata ini, Pak iyan mengatakan bahwa dengan adanya pembangunan wisata hutan mangrove ini maka menambah penghasilan bagi beliau, ketika banyak pengunjung yang datang maka penghasilan nya meningkat dari biasanya, pak Iyan menjual beberapa jenis makanan ringan, da nada pula menjual kerajinan tangan dari plastik yang dibentuk menjadi tas. Namun, beliau mengatakan minat pengunjung untuk membeli kerajian tersebut sangat kurang. Pak Iyan mengatakan dulunya beliau hanya sebagai petani, namun dengan adanya hutan mangrove mata pencaharian beliau pun bertambah yaitu sebagai pedagang. Hubungan soaial dengan pengunjung, pengelola maupun yang lainnya J-PSH Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Volume 11 Number 1 April 2020 Volume 11 Number 1 April 2020, Page 25-29 / E-ISSN 1569388446 dan P-ISSN 2087-8451 14 terjalin dengan baik, dengan terkadang mereka membersihkan sampah ditempat wisata tersebut secara bergotong royong. Beliau juga sering membantu mengarahkan beberapa mahasiswa yang meneliti ataupun KKM di wisata hutan mangrove untuk membangun beberapa fasilitas di tempat tersebut seperti pembuatan patung unta yang dibuat oleh mahasiswa dan pak Iyan. Yang ketiga, kami mewawancarai nelayan, yaitu bapak Yanto, beliau bekerja menjadi nelayan disekitar hutan mangrove, selain menjadi nelayan beliau juga memberi jasa penyeberangan menuju pulau senibung yang menambah penghasilannya. Beliau mengatakan bahwa dengan adanya pembangunan hutan mangrove maka menarik pengunjung untuk datang dan penasaran dengan pulau senibung serta adapula yang tujuan nya untuk berkemah ke pulau senibung, maka jasa nelayan ini sangat diperlukan. Yang ke empat, kami mewawancarai petugas parkir yaitu bapak Joni, dengan adanya pembangunan wisata hutan mangrove, beliau mengatakan bahwa selain menjadi petugas parkir beliau sebenarnya seorang petani, namun bertani dengan musiman, ketika tidak musim bertani beliau menjadi petugas parkir, namun, dalam parkir ini ada beberapa orang yang bekerja secara bergantian. Namun, dari hasil parkir ini maka cukup menambah penghasilannya. Penghasilan dari tukang parkir tersebut bisa mencapai sehari dari 10-50ribu dengan tarif Rp 1000 per motor. Yang Kelima, kami mewawancari pengunjung, yaitu bapak Rudi, menurut beliau adanya wisata hutan mangrove ini maka ada tempat rekreasi yang bisa dikunjungi dengan keluarga sekaligus belajar tentang hutan mangrove, apalagi adanya spot-spot yang menarik. Dan setiap tahun nya ada perbaikan-perbaikan atau penambahan spot-spot baru sehingga pengunjung datang kembali dengan tidak bosan, dan menarik minat untuk kembali ke tempat wisata tersebut. Menurut pak Rudi pelayanan dari pengelola, pedagang, petugas parkir dan masyarakat sekitar sangat baik, dengan mereka menerima kedatangan pengunjung, sehingga pengunjung merasa nyaman dana man saat berada di tempat wisata tersebut. Dampak Perubahan Sosial dari segi Ekonomi Obseservasi yang dilakukan di Desa Pasir dengan meneliti tempat wisata hutan mangrove. Kami menemukan beberapa dampak perubahan sosial dari segi ekonomi bagi masyarakat yang ada disekitar tempat wisata tersebut. Dampaknya ialah dengan adanya wisata hutan mangrove tersebut maka menambah penghasilan bagi masyarakat sekitar yang dulunya banyak berprofesi sebagai petani dan nelayan, namun dengan adanya wisata hutan mangrove ini maka ekonomi lebih meningkat, adanya pengunjung yang dating dari berbagai daerah maupun berbagai negara membuat wisata hutan mangrove menjadi lebih terkenal yang kemudian mendatangkan pengunjung yang lebih banyak lagi sehingga bagi pengelola, pedagang, petugas parkir, nelayan yang memberi jasa penyeberangan pengunjung ke pulau senibung yang berada diseberang wisata hutan mangrove pengasilan mereka menjadi lebih meningkat. Wisata hutan mangrove ini memberi dampak yang cukup besar dalam ekonomi masyarakat sekitar. Dampak Perubahan Sosial dari segi Mata pencaharian Dengan adanya wisata hutan mangrove memberi peluang atau mata pencaharian lainnya bagi masyarakat di Desa Pasir yang dulunya hanya sebagai petani ataupun nelayan sekarang mereka mendapatkan profesi yang lainnya atau mata pencaharian lainnya, seperti berdagang di tempat wistaa hutan mangrove, menjadi petugas parkir, nelayan dengan jasa penyebrangan ke pulau senibung. Maka adanya wisata hutan mangrove ini memberi dampak yang positifbagi masyarakat untuk menambah penghasilan mereka. Dampak Perubahan Sosial dari segi Hubungan Sosial Dalam hubungan soaial antara masyarakat dengan masyarakat, Masyarakat dengan pengunjung, Pengelola dengan pengunjung, pengunjung dengan pengunjung, pedagang, tukang parker dan lain sebgainya menjadi lebih baik dengan saling bekerjasama pengelola memberikan selogan untuk tidak membuang sampah sembarangan, kemudian dari pengunjung juga tidak membuang sampah sembarangan, pengunjung juga tidak melakukan hal penyimpangan atau yang lainnya ditempat wisata ini, kenudian masyarakat di Desa Pasir juga hubungan sosial nya baik saling bekerja sama, dan tidak mengambil alih lahan pekerjaan atau mata pencaharian orang lain, mereka juga berkomunikasi dengan baik dengan tidak adanya perselisihan. Kemudian pengunjung juga tidak pernah membuat kekacauan. Dengan adanya wisata hutan mangrove juga memberi dampak hubungan sosial anatara pengunjung yang saling berinteraksi atau kenalan dengan pengunjung lainnya. KESIMPULAN Dari Penelitian yang lakukan di wisata hutan mangrove Desa Pasir, Kecamatan Mmempawah Hilir, Kabupaten mempawah dengan mengambil tema J-PSH Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Volume 11 Number 1 April 2020 Volume 11 Number 1 April 2020, Page 25-29 / E-ISSN 1569388446 dan P-ISSN 2087-8451 14 dampak perubahan sosial pembangunan wisata hutan mangrove, maka kami menyimpulkan Dampak perubahan sosial adanya wisata hutan mangrove dari segi ekonomi bagi masyarakat sekitar ialah membantu penghasilan masyarakat jadi lebih meningkat terutama bagi pengelola, pedagang, petugas parker, dan nelayan. Melalui pengunjung yang dating dari berbagai daerah yang berkunjung untuk melihat wisata hutan mangrove. Dampak perubahan sosial adnya hutan mangrove dari segi mata pencaharian bagi masyarakat Desa Pasir yang ada disekitar tempat wisata hutan mangrove memberikan tambahan mata pencaharian bagi masyarakat di Desa Pasir yang dulunya hanya sebagai petani dan nelayan, setelah adanya wisata hutan mangrove mata pencaharian mereka menjadi bertambah seperti berdagang, parkir, nelayan dengan jasa penyebarangan pengunjung ke pulau senibung yang berda diseberang wisata hutan mangrove. Dampak perubahan sosial adnya hutan mangrove dari segi hubungan sosial, dalam masyarakat ataupun pekerja yang ada di wisata hutan mangrove hubungan sosialnya sangat baik, dengan mereka biasa bekerjasama membersihkan hutan mangrove tersebut, kemudian merke juga tidak adanya perselisihan dengan adanya bagian masing-masing sehingga tidak mengambil lahan mata pencaharian orang lain. SARAN Semoga kedepannya Wisata Hutan mangrove bisa lebih berkembang menjadi tempat wisata yang tetap ramai dikunjungi oleh pengunjung dari berbagai daeah maupun di luar negeri, sehingga tempat wisata hutan mangrove ini menjadi banyak dikenali oleh orang banyak dan bisa menjadi pembelajaran atau pendidikan tentang pentingnya hutan mangrove. Dan hutan mangrove diharapkan tetap bersih dan nyaman sehingga menarik pengunjung untuk terus datang. Bagi pengelola hutan mangrove disarankan untuk terus mengembangkan spt-spot yang menarik di dalam wisata hutan mangrove, sehingga menarik minat pengunjung. DAFTAR PUSTAKA Satori, D. & Aan, K. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung Alfabeta Soekanto, Soerjono. Sosiologi sebuah pengantar Edisi ke-2, Jakarta Rajawalipers, 1986. Soekanto, Soerjono. Sosiologi suatu pengantar, Jakarta PT. Grafindo, 2005. Setiadi, Elly M dan Kolip Usman. Pengantar Sosiologi, Jakarta KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2011. Jones, Pip. 1979 pengantar teori-teori sosial, Jakarta PT Raja Grafindo Persada ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
Indragiri Hilir is a district in the southern part of Riau Province, on the east coast of Sumatra Island. Tanjung Pasir is one of the village surrounded by mangrove forest ecosystems, located opposite the Kuala Enok Village. The dominant Tanjung Pasir villagers are ethnic Duano. People meet their daily needs by utilizing mangrove ecosystems as a means of income, good used directly and indirectly. Therefore it is necessary to conduct research on community participation in the conservation of mangrove forest in Tanjung Pasir Village. This research method is descriptive qualitative, data collected through interviews. The result showed that the community was quite involved in the conservation of the Tanjung Pasir village mangrove forest. The form of community participation was by mangrove nurseries and planting. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 5 No 2 Oktober 2021 37 PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM KONSERVASI HUTAN MANGROVE DI DESA TANJUNG PASIR KECAMATAN TANAH MERAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR THE COMMUNITY PARTICIPATION IN THE CONSERVATION OF MANGROVE FOREST IN TANJUNG PASIR OF TANAH MERAH SUB DISTRICT INDRAGIRI HILIR DISTRICT Masita Agustina1, Nurul Qomar2, Viny Volcherina Darlis2 Forestry Department, Faculty of Agriculture, University of Riau Address Bina Widya, Pekanbaru, Riau Masyitaagustina96 ABSTRACT Indragiri Hilir is a district in the southern part of Riau Province, on the east coast of Sumatra Island. Tanjung Pasir is one of the village surrounded by mangrove forest ecosystems, located opposite the Kuala Enok Village. The dominant Tanjung Pasir villagers are ethnic Duano. People meet their daily needs by utilizing mangrove ecosystems as a means of income, good used directly and indirectly. Therefore it is necessary to conduct research on community participation in the conservation of mangrove forest in Tanjung Pasir Village. This research method is descriptive qualitative, data collected through interviews. The result showed that the community was quite involved in the conservation of the Tanjung Pasir village mangrove forest. The form of community participation was by mangrove nurseries and planting. Keywords conservation, mangrove forest, participation, Tanjung Pasir Indonesia memiliki ekosistem mangrove terluas di dunia serta memiliki keanekaragaman hayati yang paling tinggi. Data yang dikemukakan oleh Direktur Bina Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial KLHK, pada tahun 2015 Indonesia memiliki panjang garis pantai sebesar 95,18 km, dengan luas mangrove sebesar ha. Jumlah ini setara dengan 23% ekosistem mangrove dunia yaitu dari total luas ha. Dari luas mangrove Indonesia, diketahui seluas ha dalam kondisi baik, sedangkan seluas ha sisanya dalam kondisi rusak Biro Humas Kementerian LHK, 2017. Indragiri Hilir merupakan kabupaten di bagian selatan Provinsi Riau, di pesisir timur Pulau Sumatera, sebagian besar kawasannya merupakan dataran rendah, termasuk di dalamnya ekosistem mangrove. Menurut Syafruddin et al. 2014, berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Kabupaten Indragiri Hilir 2006 menyebutkan bahwa luas hutan mangrove Kabupaten Indragiri Hilir sebesar ha, namun terus mengalami penyusutan. Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Kabupaten Indragiri Hilir 2013, luas hutan mangrove tersebut berkurang hingga tersisa ha. Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau 2017 menyatakan bahwa hutan mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir seluas ha. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa luasan kawasan hutan mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir semakin berkurang. 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 5 No 2 Oktober 2021 38 Wilayah Kecamatan Tanah Merah meliputi pulau-kecil yang dikelilingi oleh hutan mangrove. Salah satu desa yang memiliki hutan mangrove cukup luas adalah Desa Tanjung Pasir. Desa Tanjung Pasir terletak di seberang Desa Kuala Enok. Desa Tanjung Pasir dikelilingi oleh hutan mangrove, dimana mayoritas masyarakat setempat bekerja sebagai nelayan dan memiliki rumah-rumah panggung dari kayu. Mayoritas penduduk Desa Tanjung Pasir adalah Suku Duano yang merupakan Suku Anak Dalam pesisir pantai Kecamatan Tanah Merah. Menurut Basir 2017, Suku Duano suku laut adalah kelompok etnik berkarakter pengembara yang hidup dan menetap di pulau dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Suku Duano juga dikenal sebagai komunitas yang tinggal di daerah pesisir laut dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung pada pemanfaatan sumber daya laut. Suku Duano merupakan bagian dari masyarakat terpinggirkan dan memiliki interaksi sosial yang masih rendah, baik di sektor ekonomi, sosial, pendidikan dan kesehatan. Kekayaan hutan mangrove terus menerus dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Tanjung Pasir tanpa mengetahui keadaaan hutan mangrove dari tahun ke tahun. Pemanfaatan secara berlebihan memicu perubahan lingkungan seperti seringnya terjadi banjir, dan meningkatnya ketinggian air laut akibat berkurangnya ketersediaan tumbuhan mangrove di pesisir pantai. Kekayaan alam yang ada di hutan mangrove perlu dijaga dan dilestarikan dengan cara melakukan penanaman dan kegiatan-kegiatan yang mendukung perbaikan kondisi hutan mangrove. Keberhasilan kegiatan perbaikan kondisi ini tentu dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat sekitar hutan mangrove tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana peran serta masyarakat dalam konservasi hutan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam konservasi hutan mangrove di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Tanah Merah Kabuptaen Indragiri Hilir. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Pasir dan hutan mangrove Desa Tanjung Pasir Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2019. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daftar pertanyaan mengenai peran serta masyarakat dalam konservasi hutan mangrove. Alat yang digunakan adalah kompas, GPS, meteran, tali raffia, pancang, kamera, alat tulis. Metode wawancara mendalam digunakan untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam konservasi hutan mangrove. Penentuan responden dilakukan secara purposive sampling atau pengambilan secara sengaja dengan beberapa kriteria dan tujuan. Adapun kriteria yang digunakan ialah masyarakat yang berdomisili di Desa Tanjung Pasir, berusia 18-64 tahun dan menetap minimal selama 1 tahun. Berdasarkan jumlah kepala keluarga di Desa Tanjung Pasir, maka jumlah responden setelah dihitung dengan rumus Slovin adalah sebanyak 41 orang. Di luar itu, responden ditambah 10 orang dari anggota kelompok tani mangrove di desa, sehingga jumlah keseluruhan responden adalah 51 orang. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif kualitatif Bungin 2003. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Desa Tanjung Pasir Jarak Desa Tanjung Pasir dari pusat pemerintahan kabupaten/kota adalah ±50 km atau ±60 menit dengan menggunakan transportasi speedboat. Sedangkan jarak dari pusat 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 5 No 2 Oktober 2021 39 pemerintahan kecamatan yaitu 2 km atau ±10 menit dengan menggunakan transportasi perahu bermotor pompong. Desa Tanjung Pasir berdiri pada tahun 1950 dengan luas wilayah yaitu 107 km2. Batas wilayah Desa Tanjung Pasir adalah sebagai berikut - Sebelah utara Desa Tanjung Lajau, - Sebelah selatan dengan Sungai Indragiri, - Sebelah barat dengan Sungai Indragiri, - Sebelah timur dengan Desa Sungai Laut. Lahan yang ditempati penduduk adalah dataran rendah/rawa di pesisir pantai. Jumlah penduduk desa Tanjung Pasir adalah 540 Kepala Keluarga. Penduduk Desa Tanjung Pasir yang dominan adalah suku Duano/Laut. Penduduk lainnya berasal dari suku Banjar, Melayu, Minang, Jawa, dan Bugis. Tenaga kesehatan yang tersedia yaitu dokter, bidan dan dukun. Sarana kesehatan yang tersedia yaitu puskesmas, poskesdes, pustu, polindes, rumah bersalin dan posyandu. Sarana perekonomian yaitu kantin/los desa yang terdiri dari 1 buah kantin. Sarana pendidikan yang tersedia yaitu SD/MI 3 buah, SLTP/MTs 1 buah dan tidak terdapat SLTA sederajat. Sarana ibadah yang tersedia yaitu masjid dan mushollah. Akses penerangan/listrik yaitu PLTD 1 unit. 2. Peran Serta Masyarakat dalam Konservasi Hutan Mangrove Beberapa orang warga Desa Tanjung Pasir telah melakukan penanaman bibit mangrove pada beberapa tahun. Mereka berinisiatif membuat proposal untuk diajukan ke pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir maupun perusahaan sebagai upaya meminta bantuan bibit mangrove. Bibit mangrove tersebut ditanam di hutan mangrove Desa Tanjung Pasir. Kegiatan Pembibitan dan Penanaman di Hutan Mangrove Desa Tanjung Pasir Masyarakat desa Tanjung Pasir membentuk kelompok tani yaitu Tani Bakau Pasir Lestari pada tahun 2013 dan diketahui oleh kepala desa Tanjung Pasir. Kelompok tani dibentuk berdasarkan proposal pengajuan bantuan penanaman bibit mangrove. Pergantian anggota kelompok dilakukan ketika mengajukan proposal berikutnya. Masyarakat menjadi anggota kelompok tani didasarkan oleh keinginan sendiri. Tahun 2016 hingga 2019 tidak terdapat lagi kegiatan penanaman bibit mangrove di Desa Tanjung Pasir. Berdasarkan hasil wawancara kepada Nurhaeni selaku seksi pengendalian kerusakan hutan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau bahwa salah satu alasan yang menjadi pertimbangan dalam kegiatan bantuan bibit mangrove dan penanaman bibit mangrove ialah adanya kelompok tani yang konsisten dan serius dalam melakukan kegiatan tersebut sehingga hasil dari kegiatan tersebut dapat dipertanggung jawabkan. Upaya konservasi hutan mangrove telah dilakukan oleh masyarakat Desa Tanjung Pasir dengan mengajukan proposal kegiatan penanaman kepada pemerintah. Tahun 2014, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau kerjasama dengan Dinas Kehutanan dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indragiri Hilir memperingati Hari Lingkungan se-Dunia dengan melakukan kegiatan penanaman sejuta pohon di Desa Tanjung Pasir dengan alasan bahwa desa ini merupakan daerah yang mempunyai potensi besar kedepannya. Kelompok Tani di Desa Tanjung Pasir tidak memiliki program jangka panjang maupun jangka pendek sehingga program yang terlaksana hanyalah program yang dilakukan bersama pemerintah maupun perusahaan, salah satu perusahaan yang 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 5 No 2 Oktober 2021 40 ikut kerjasama ialah CV. Firdaus di kota Tembilahan. Menurut responden kendala dalam pelaksanaan kegiatan yaitu sulitnya menentukan lokasi penanaman, adanya hewan berbisa pada saat penanaman seperti ular, hilangnya ajir yang telah ditanam, serta terlambatnya melakukan penanaman sehingga bibit telah mengakar pada tanah. Bibit yang telah disemai dalam polybag akan dibiarkan tumbuh selama 2-3 bulan, kemudian akan ditanam sesuai lokasi yang ditentukan. Keterlambatan dalam penanaman menyebabkan bibit tumbuh besar dan sulit untuk dipindahkan. Gambar 5. Bibit mangrove yang telah tumbuh besar Masyarakat Desa Tanjung Pasir mengetahui apa yang dimaksud dengan hutan bakau yaitu hutan yang ditumbuhi oleh tumbuhan bakau. Masyarakat tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan konservasi namun masyarakat lebih mengetahui pemeliharaan hutan mangrove yaitu dengan adanya kegiatan-kegiatan penanaman. Adapun kegiatan konservasi yang dilakukan yaitu pembibitan dan penanaman mangrove. Masyarakat dan kelompok tani mengetahui setiap kegiatan-kegiatan penanaman di Desa Tanjung Pasir. Sebagian besar masyarakat dan kelompok tani ikut dalam kegiatan dari umur 12-50 tahun, baik perempuan maupun laki-laki. Perempuan ikut serta dalam pembibitan yaitu memasukkan tanah dan bibit ke dalam polybag. Masyarakat berpartisipasi karena pada umumnya setiap kegiatan yang diikuti akan mendapat upah/insentif. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Ilyas et al. 2013 di Desa Batu Gajah Kabupaten Natuna bahwa tingkat peran serta masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove c enderung sedang atau cukup karena masyarakat hanya ingin memperoleh upah/insentif dari kegiatan pelestarian tersebut. Sebagian masyarakat Desa Tanjung Pasir juga beralasan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan penanaman tersebut dikarenakan kesadaran mereka mengenai berkurangnya pohon-pohon di hutan mangrove Desa Tanjung Pasir. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Alimuna et al. 2009 di Desa Watumentade dan Desa Tunas bahwa peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove termasuk dalam katagori sedang/cukup karena masyarakat mempunyai keinginan dan kemauan turut serta dalam melestarikan keberadaan hutan mangrove. Pengetahuan masyarakat terhadap keberadaan hutan mangrove Desa Tanjung Pasir merupakan desa yang dikelilingi hutan mangrove yang luas, namun hanya beberapa masyarakat yang mengetahui fungsi dari hutan mangrove itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat kurang memiliki motivasi dalam menjaga hutan mangrove. Persepsi masyarakat mengenai kondisi hutan mangrove dapat dilihat pada Tabel 1. Peranan pemerintah sangat dibutuhkan sebagai salah satu pihak dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya mangrove dengan melalukan penyuluhan kehutanan di Desa Tanjung Pasir. Tabel 1. Persepsi pengunjung mengenai kondisi hutan mangrove di Desa Tanjung Pasir 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 5 No 2 Oktober 2021 41 Bagaimana kondisi hutan mangrove di Desa Tanjung Pasir ? - Baik 73% - Kurang baik 27% Apakah masyarakat menjaga hutan mangrove Desa Tanjung Pasir ? - Menjaga 76% - Kurang menjaga 24% Kegiatan apa saja yang dilakukan masyarakat untuk menjaga hutan mangrove Desa Tanjung Pasir ? - Pembibitan mangrove 76% - Penanaman bibit mangrove 67% Apa saja manfaat hutan mangrove ? - Mencegah abrasi 29% - Sumber pendapatan masyarakat 71 % Apakah pernah memanfaatkan hasil hutan mangrove Desa Tanjung Pasir ? - Pernah 98% - Tidak Pernah 2% Apa saja yang pernah dimanfaatkan di hutan mangrove Desa Tanjung Pasir ? - Kayu bakau 73% - Nipah 10% - Tangkapan laut 90% Menurut ketua kelompok tani, kerapatan pohon di hutan mangrove Desa Tanjung Pasir sangat berkurang. Menurut Fitriansyah et al. 2015 berdasarkan data pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir, luas hutan bakau masih stabil namun sudah ada terjadi kekurangan. Luas hutan mangrove di seluruh Kabupaten Indragiri Hilir saat ini sekitar hektar. Masyarakat yang berkerja sebagai pencari kayu dan pencari nipah memanfaatkan hasil hutan mangrove, seperti kayu bakau, untuk dijual maupun dimanfaatkan sendiri. Berdasarkan hasil wawancara dengan penampung kayu bahwa kayu yang diterima tiap bulannya berkisar batang/bulan. Adapun kriteria kayu yang diterima ialah kayu yang memiliki keliling 15-25 cm, panjang kayu 5-6 m dan kayu tidak bengkok. Masyarakat Desa Tanjung Pasir memanfaatkan kayu bakau sebagai bahan bakar arang dan pondasi bangunan. Berdasarkan hasil penelitian Fadlian 2018 di Kecamatan Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir menjelaskan bahwa masih mudahnya menemukan kayu bakau di alam menunjukkan tidak terjadi pengurangan luasan hutan mangrove secara signifikan. Hal ini diduga karena adanya kegiatan rehabilitasi lahan pada beberapa kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Indragiri Hilir dan juga karena adanya suksesi alam pada mangrove yang mengalami kerusakan. Menurut kustanti 2011 masyarakat yang berada di sepanjang hutan mangrove sudah sejak lama berhubungan dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari keberadaan hutan tersebut. Kelestarian yang unik ini sudah menjadi bagian hidup yang harus dilakukan oleh masyarakat pesisir. Gambar 6. Bekas tebangan Pucuk daun nipah dimanfaatkan untuk dijual sebagai bahan pengganti kertas rokok, daun nipah untuk bahan atap rumah, dan lidinya untuk bahan sapu lidi. Lidi pada pucuk nipah diambil, kemudian dijemur dan dijual. Tumbuhan nipah terletak pada zonasi terakhir dalam susunan zonasi mangrove, yang merupakan zona transisi antara hutan mangrove dan hutan dataran rendah. Selain kayu dan pucuk nipah, sebagian masyarakat Desa Tanjung Pasir juga memanfaatkan siput, kepiting dan buah nipah sebagai pendapatan tambahan. 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 5 No 2 Oktober 2021 42 Gambar 7. Lidi yang dijemur oleh masyarakat Desa Tanjung Pasir. Para pihak lainnya yang berperan dalam menjaga kelestarian hutan selain dari masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dan pemerintah adalah pengusaha atau swasta, organisasi masyarakat dan akademisi ilmuwan. Mereka perlu berkoordinasi dan berkolaborasi dalam melakukan upaya konservasi mangrove. Menurut Kusmana 2013, kelestarian hutan dan keberlanjutan pengelolaannya sangat ditentukan oleh manusia. Hal yang dapat dilakukan masyarakat desa Tanjung Pasir saat ini ialah mencegah terjadinya kerusakan hutan mangrove dengan strategi mengelola lingkungan. Adapun strategi yang dapat dilakukan dalam mengelola lingkungan di hutan mangrove ialah sebagai berikut Alimuna et al., 2009 1. Menyusun dan melakukan rencana aksi hutan mangrove. 2. Rehabilitas hutan mangrove dengan penanaman bibit mangrove perlu dilakukan terus menerus sebagai suplai bibit. 3. Patroli pengamanan hutan mangrove. 4. Peningkatan ekonomi masyarakat dengan membuka koperasi yang dapat memberikan bantuan dana dan mengajarkan mengenai keterampilan bagi masyarakat agar memiliki sumber pendapatan lain untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. 5. Perlu adanya kegiatan penyuluhan kepada seluruh warga dengan memberikan pengetahuan fungsi dan manfaat hutan mangrove. Menurut Kustanti 2011, salah satu manfaat yang sangat penting dari hutan mangrove adalah manfaat ekologis hutan mangrove sebagai sabuk hijau green belt antara wilayah daratan dan lautan. Sabuk hijau ini penting dalam mengendalikan kerusakan akibat gelombang laut tinggi dan terpaan angin badai. Berdasarkan hasil wawancara bahwa di Desa Tanjung Pasir pada tahun 2018 pernah terjadi bencana angin puting beliung yang merusak 67 unit bangunan dan rumah. Angin tersebut datang dari arah laut ke daratan. Oleh karena itu, masyarakat semakin sadar pentingnya hutan mangrove Desa Tanjung Pasir. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Masyarakat cukup berperan serta dalam konservasi hutan mangrove di kawasan pesisir Desa Tanjung Pasir dalam bentuk pembibitan mangrove dan penanaman mangrove. Perlu ditingkatkan lagi peran serta masyarakat dalam melestarikan hutan mangrove di Desa Tanjung Pasir melalui penyuluhan/sosialisasi secara berkala dan pendampingan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Alimuna, W., Sunarto dan Herumurti, S. 2009. Pengaruh Aktivitas Masyarakat Terhadap Kerusakan Hutan Mangrove di Rarowatu Bombana Sulawesi Tenggara. Majalah Geografi Indonesia. Vol 23 2 1-12 Basir, A. 2017. Komunikasi antar budaya masyarakat suku Duano Suku Laut dengan masyarakat suku Bugis di Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir. JOM Fisip Universita Riau. Vol 4 2 1-15. Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2017. Miliki 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan Vol 5 No 2 Oktober 2021 43 23% Ekosistem Mangrove Dunia, Indonesia Tuan Rumah Konferensi Internasional Mangrove 2017. Diakses tanggal 27 September 2018. Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Fadlian, Sribudiani, E dan Mardhiansyah, M. 2018. Identifikasi Faktor Penentu Harga KayuBakau Rhizophora sp. di Kecamatan Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir. Jurnal Kehutanan. Vol 13 1 22-38. Fitriansyah, S. 2015. Penentuan Status Kerusakan dan Peran Serta Masyarakat dalam Konservasi Hutan Mangrove di Kecamatan Concong Kabupaten Indragiri Hilir. Skripsi Tidak dipublikasikan. FMIPA Universitas Riau. Pekanbaru. Ilyas, Augustine, L., Uke, 2013. Peran serta masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove di Desa Batu Gajah Kabupaten Natuna. Jurnal Hutan Lestari. Vol 1 2 92-98 Kusmana, C. 2013. Pembangunan Kehutanan Indonesia Baru. IPB Press. Bogor. Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. IPB Press. Bogor. Syafruddin, Darizal dan Farida. 2014. Pemetaan kerusakan hutan mangrove di Kecamatan Mandah Kabupaten Indragiri Hilir. Jurnal STKIP PGRI Sumatera Barat. Vol 4 2 1-8. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo PersadaB BunginBungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Status Kerusakan dan Peran Serta Masyarakat dalam Konservasi Hutan Mangrove di Kecamatan Concong Kabupaten Indragiri Hilir. Skripsi Tidak dipublikasikanS FitriansyahFitriansyah, S. 2015. Penentuan Status Kerusakan dan Peran Serta Masyarakat dalam Konservasi Hutan Mangrove di Kecamatan Concong Kabupaten Indragiri Hilir. Skripsi Tidak dipublikasikan. FMIPA Universitas Riau. serta masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove di Desa Batu Gajah Kabupaten NatunaAugustine IlyasL UkeIlyas, Augustine, L., Uke, 2013. Peran serta masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove di Desa Batu Gajah Kabupaten Natuna. Jurnal Hutan Lestari. Vol 1 2 92-98Pemetaan kerusakan hutan mangrove di Kecamatan Mandah Kabupaten Indragiri HilirY S SyafruddinSyafruddin, Darizal dan Farida. 2014. Pemetaan kerusakan hutan mangrove di Kecamatan Mandah Kabupaten Indragiri Hilir. Jurnal STKIP PGRI Sumatera Barat. Vol 4 2 1-8.
hutan mangrove tanjung pasir